Jumat, 10 Mei 2019

Ciri taqwa bagian dua (Shalat)

Surat Albaqarah ayat ketiga bagian kedua
Oleh: Jamaludin Al Ansori



الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

Beriman kepada yang ghaib maksudnya adalah meyakini dengan sepenuh hati tanpa ragu sedikitpun kepada hal yang luput dari panca indra dan pikiran manusia berdasarkan informasi yang valid dan dapat dipercaya, yaitu membenarkan keberadaan Allah, Malaikat, Hari Pembalasan, Surga, Neraka dan lain lain. Semua itu merupakan modal bagi manusia untuk berfikir dan bertidak bukan karena dorongan dari na fsu semata yang sempit.

Tidaklah dikatakan bahwa seseorang itu bertaqwa, sehingga ia beriman. Begitu pula pada ayat selanjutnya, kita menemukan pada ayat tersebut, ciri orang bertaqwa yang kedua adalah mendirikan shalat. Maka tidak dikatakan sebagai orang bertaqwa jika ia tidak mendirikan shalat. Semakin jauh ia dari shalat, semakin jauh pula ia mencapai derajat Taqwa. Bahkan orang yang tidak shalat disandarkan kepada kekufuran,

عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرًا، يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ»
Dari Abu Sufyan Ia berkata: Aku mendengar Jabir berkata, Aku mendengar Nabi SAW bersabda,”Sesungguhnya antara seorang hamba , Syirik dan kufur adalah meninggalkan shlalat. HR. Muslim: 134

Manusia merupakan makhluq yang matrealis, segala sesuatu disangkutkan dengan keuntungan duniawi . Maka tidaklah aneh jika ada ungkapan “Time is money”1,waktu adalah uang, karena pola pikir dan tindaknya tidak berdasarkan pemahaman keimanan sebagaimana dijelaskan di muka. Jika tidak diobati, maka penyakit ini akan terbawa sampai mati. Maka setelah mati, semuanyapun akan berhenti (angan angan dan cita cita duniawi), yang tersisa adalah penyesalan tiada henti dan memikirkan nasibnya nanti.

Firman Allah Ta’alaa:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ () حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ () كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ () ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ () كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ () لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ () ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ () ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ()
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim. dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). QS. Attakatsur: 1-8

Jika kita bertanya kepada siswa SMA bahkan mahasiswa sekalipun, kemudian para pekerja, para pembisnis dan sebagainya mengenai tujuan mereka sekolah, kuliah, bekerja dan berbisnis, maka tidak menutup kemungkinan kebanyakan dari jawaban mereka adalah keuntungan duniawi saja (alangkah baiknya hal itu dari ucapan saja, namun dalam hati mereka tersimpan dasar dasar tujuan ukhrawi).

Sebagian manusia, khususnya muslim masih banyak yang berfikir,” sekolah/kuliah itu untuk bekerja, bekerja/bisnis itu untuk dapat uang (dunia), jika tidak sekolah/kuliah tidak bisa bekerja dan jika tidak bekerja, maka kita tidak akan dapat makan alias sengsara”, maka jika tidak sekolah pasti sengsara. Demikianlah di antara pemahaman orang orang di sekeliling kita.

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ()وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى ()
Bahkan mereka memilih kehidupan dunia. Padahal akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.

Jika kita memperhatikan saudara saudar kita yang sedang terbaring lemas tak berdaya di tempat tidur, baik di rumahnya atau rumah sakit, mereka tidak bekerja, jangankan bekerja, untuk mengangkat kepala saja sangatlah berat, namun mereka tetap bisa makan. Maka jika hanya untuk dapat makan, orang yang tak berdaya pun bisa tetap makan.

Maka tidaklah aneh jika di masjid masjid itu masih dipenuhi dengan kekosongan manusia. Karena mereka berfikir, waktu beberapa menit itu jika digunakan bekerja atau berbisnis akan menghasilkan keuntungan yang lumayan. Adapun shalat, apalagi berjamaah, tidak menghasilkan apapun. Bahkan mereka terhalangi dari shalat  oleh aktifitas mereka.

Mereka semua bukan tidak mengetahui terhadap keberadaan Allah dan hari pembalasan, namun hal tersebut lantaran tidak kuatnya keyakinan mereka terhadap semua itu. Oleh karenanya, merupakan hal yang sangat penting menanam dan memelihara keimanan ini. Sehingga dalam berfikir dan bertindak tidak sempit, namun luas dan futuristik.

Mendirikan shalat adalah tindakan yang lahir dari keimanan. Mereka mendirikan shalat, padahal mereka mengetahui, bahwa waktu mereka tersita, yang biasa digunakan untuk bertransaksi, berbincang bisnis dengan pengusaha lain, infestor dll. Atau bagi para pedagang kecil, bisa digunakan untuk menjajakan dagangan, menunggu warung mereka sehingga menghasilkan beberapa uang recehan yang tidak mereka dapati jika waktu mereka digunakan untuk shalat, namun mereka menyediakan waktu di sela sela kesibukan mereka untuk tetap melaksanakan shalat karena mereka tidak hanya sekedar tahu, namun yakin tanpa ragu bahwa hakikat aktifitas mereka itu adalah proses menunggu waktu shalat tiba. Mereka juga yakin tanpa ragu bahwa semua yang mereka lakukan dan dapatkan dari dunia ini tidaklah lebih berharga daripada shalat.

Bisa terlaksananya shalat itu lantaran mereka juga yakin bahwa suatu hari nanti ada hari pembalasan dan perhitungan amal amal mereka. Hasiil dari pengorbanan mereka, menahan untuk terus beraktifitas  padahal waktu shalat sudah tiba, akan mendapatkan buah manis. Sehingga mereka merasa takut mendapatkan gagal panen kelak di aherat lantaran membela waktu berharga untuk aktifitas lain daripada shalat.

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Dan mintalah pertolongan dengan shabar dan shalat, sesungguhnya shalat itu berat kecuali atas orang orang yang khusyu’. QS. Albaqarah: 45

            Orang yang khusyu’, tunduk, patuh dan takut lantaran keyakinan yang mendalam tanpa keraguan, akan dimudahkan dalam beramal. Berbeda halnya dengan orang yang tidak khusyu’, di dalam hatinya masih terdapat keraguan, mereka akan merasa sulit dan masih menimbang nimbang antara shalat dan aktifitas mereka yang menguntungkan dalam tinjauan duniawi.

            Padaha sebagaimana yang kita ketahui bahwa amalan yang pertamakali dihisab adalah shalat.

عَنْ أَنَسِ بْنِ حَكِيمٍ الضَّبِّيِّ، قَالَ: قَالَ لِي أَبُو هُرَيْرَةَ: إِذَا أَتَيْتَ أَهْلَ مِصْرِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي سَمِعْتُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الصَّلَاةُ الْمَكْتُوبَةُ،
Dari Anas Bin Hakim Adh Dhabbiy ia berkata, Abu Hurairah telah berkata kepada kepadaku,”Apabila engkau mendatangi penduduk Mesirmu, maka ceritakanlah kepada mereka bahwa aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda. “Sesungguhnya amalan pertama yang seorang muslim dihisab dengannya pada Hari Qiyamat adalah shalat fardhu. Hr. Ibnu Majah

Shalat itu sebagai pintu bagi dosa dosa. Ketika seseorang memelihara shalatnya, maka pintu pintu kemaksiyatan tertutup dengan rapatnya. Adapun jika shalatnya berantakan, bolong bahkan lupu sama sekali, maka pintu pintu kemaksiyatan akan terbuka sangat lebar.

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar. QS. Al Ankabut: 45

            Maka sudah sepantasnya  dan semestinya kita senantiasa memelihara shalat kita, karena dengan memelihara shalat, itu sebagai bukti benarnya keimanan kita dan sebagai media yang akan mengantarkan kita kepada derajat ketaqwaa. Adapun orang yang lalai dalm shalatnya, tidak mampu memeliharanya, maka kekuatan imannya masih dipertanyakan danq sudah barang tentu sangat jauh sekali mencapai derajat ketaqwaan. Wallaahu a’lam.




1)              Agama tidak melarang untuk memanfaatkan waktu untuk menghasilkan uang, namun lebih menjadikannya sebagai tujuan.