Surat Albaqarah ayat ketiga bagian kedua
Oleh:
Jamaludin Al Ansori
الَّذِينَ
يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ
Beriman kepada yang ghaib maksudnya adalah
meyakini dengan sepenuh hati tanpa ragu sedikitpun kepada hal yang luput dari
panca indra dan pikiran manusia berdasarkan
informasi yang valid dan dapat dipercaya, yaitu membenarkan keberadaan Allah, Malaikat,
Hari Pembalasan, Surga, Neraka dan lain lain. Semua itu merupakan modal bagi
manusia untuk berfikir dan bertidak bukan karena dorongan dari na fsu semata yang
sempit.
Tidaklah dikatakan bahwa seseorang itu bertaqwa,
sehingga ia beriman. Begitu pula pada ayat selanjutnya, kita menemukan pada
ayat tersebut, ciri orang bertaqwa yang kedua adalah mendirikan shalat. Maka
tidak dikatakan sebagai orang bertaqwa jika ia tidak mendirikan shalat. Semakin
jauh ia dari shalat, semakin jauh pula ia mencapai derajat Taqwa. Bahkan orang
yang tidak shalat disandarkan kepada kekufuran,
عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، قَالَ:
سَمِعْتُ جَابِرًا، يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: «إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ
الصَّلَاةِ»
Dari Abu Sufyan Ia berkata: Aku mendengar Jabir berkata, Aku
mendengar Nabi SAW bersabda,”Sesungguhnya antara seorang hamba , Syirik dan
kufur adalah meninggalkan shlalat. HR. Muslim: 134
Manusia merupakan makhluq yang matrealis, segala
sesuatu disangkutkan dengan keuntungan duniawi . Maka tidaklah aneh jika ada
ungkapan “Time is money”1,waktu adalah uang, karena pola
pikir dan tindaknya tidak berdasarkan pemahaman keimanan sebagaimana dijelaskan
di muka. Jika tidak diobati, maka penyakit ini akan terbawa sampai mati. Maka
setelah mati, semuanyapun akan berhenti (angan angan dan cita cita duniawi),
yang tersisa adalah penyesalan tiada henti dan memikirkan nasibnya nanti.
Firman Allah Ta’alaa:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ () حَتَّى زُرْتُمُ
الْمَقَابِرَ () كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ () ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ()
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ () لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ () ثُمَّ
لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ () ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ
النَّعِيمِ ()
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. sampai kamu masuk ke dalam
kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). dan
janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu
mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. niscaya kamu benar-benar akan melihat
neraka Jahiim. dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari
itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). QS. Attakatsur:
1-8
Jika kita bertanya kepada siswa SMA bahkan
mahasiswa sekalipun, kemudian para pekerja, para pembisnis dan sebagainya
mengenai tujuan mereka sekolah, kuliah, bekerja dan berbisnis, maka tidak
menutup kemungkinan kebanyakan dari jawaban mereka adalah keuntungan duniawi
saja (alangkah baiknya hal itu dari ucapan saja, namun dalam hati mereka
tersimpan dasar dasar tujuan ukhrawi).
Sebagian manusia, khususnya muslim masih
banyak yang berfikir,” sekolah/kuliah itu untuk bekerja, bekerja/bisnis itu
untuk dapat uang (dunia), jika tidak sekolah/kuliah tidak bisa bekerja dan jika
tidak bekerja, maka kita tidak akan dapat makan alias sengsara”, maka jika
tidak sekolah pasti sengsara. Demikianlah di antara pemahaman orang orang di
sekeliling kita.
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا ()وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى ()
Bahkan mereka memilih kehidupan dunia. Padahal akhirat itu lebih baik
dan lebih kekal.
Jika kita memperhatikan saudara saudar kita
yang sedang terbaring lemas tak berdaya di tempat tidur, baik di rumahnya atau
rumah sakit, mereka tidak bekerja, jangankan bekerja, untuk mengangkat kepala
saja sangatlah berat, namun mereka tetap bisa makan. Maka jika hanya untuk
dapat makan, orang yang tak berdaya pun bisa tetap makan.
Maka tidaklah aneh jika di masjid masjid itu
masih dipenuhi dengan kekosongan manusia. Karena mereka berfikir, waktu beberapa
menit itu jika digunakan bekerja atau berbisnis akan menghasilkan keuntungan
yang lumayan. Adapun shalat, apalagi berjamaah, tidak menghasilkan apapun.
Bahkan mereka terhalangi dari shalat oleh aktifitas mereka.
Mereka semua bukan tidak mengetahui terhadap
keberadaan Allah dan hari pembalasan, namun hal tersebut lantaran tidak kuatnya
keyakinan mereka terhadap semua itu. Oleh karenanya, merupakan hal yang sangat
penting menanam dan memelihara keimanan ini. Sehingga dalam berfikir dan
bertindak tidak sempit, namun luas dan futuristik.
Mendirikan shalat adalah tindakan yang lahir
dari keimanan. Mereka mendirikan shalat, padahal mereka mengetahui, bahwa waktu
mereka tersita, yang biasa digunakan untuk bertransaksi, berbincang bisnis
dengan pengusaha lain, infestor dll. Atau bagi para pedagang kecil, bisa
digunakan untuk menjajakan dagangan, menunggu warung mereka sehingga
menghasilkan beberapa uang recehan yang tidak mereka dapati jika waktu mereka
digunakan untuk shalat, namun mereka menyediakan waktu di sela sela kesibukan
mereka untuk tetap melaksanakan shalat karena mereka tidak hanya sekedar tahu,
namun yakin tanpa ragu bahwa hakikat aktifitas mereka itu adalah proses
menunggu waktu shalat tiba. Mereka juga yakin tanpa ragu bahwa semua yang
mereka lakukan dan dapatkan dari dunia ini tidaklah lebih berharga daripada
shalat.
Bisa terlaksananya shalat itu lantaran mereka
juga yakin bahwa suatu hari nanti ada hari pembalasan dan perhitungan amal amal
mereka. Hasiil dari pengorbanan mereka, menahan untuk terus beraktifitas padahal waktu shalat sudah tiba, akan
mendapatkan buah manis. Sehingga mereka merasa takut mendapatkan gagal panen
kelak di aherat lantaran membela waktu berharga untuk aktifitas lain daripada
shalat.
وَاسْتَعِينُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Dan mintalah pertolongan dengan shabar dan shalat, sesungguhnya
shalat itu berat kecuali atas orang orang yang khusyu’. QS. Albaqarah: 45
Orang yang khusyu’, tunduk, patuh
dan takut lantaran keyakinan yang mendalam tanpa keraguan, akan dimudahkan
dalam beramal. Berbeda halnya dengan orang yang tidak khusyu’, di dalam hatinya
masih terdapat keraguan, mereka akan merasa sulit dan masih menimbang nimbang
antara shalat dan aktifitas mereka yang menguntungkan dalam tinjauan duniawi.
Padaha sebagaimana yang kita ketahui
bahwa amalan yang pertamakali dihisab adalah shalat.
عَنْ أَنَسِ بْنِ حَكِيمٍ الضَّبِّيِّ، قَالَ:
قَالَ لِي أَبُو هُرَيْرَةَ: إِذَا أَتَيْتَ أَهْلَ مِصْرِكَ فَأَخْبِرْهُمْ
أَنِّي سَمِعْتُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ،
الصَّلَاةُ الْمَكْتُوبَةُ،
Dari Anas Bin Hakim Adh Dhabbiy ia berkata, Abu Hurairah telah
berkata kepada kepadaku,”Apabila engkau mendatangi penduduk Mesirmu, maka
ceritakanlah kepada mereka bahwa aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda. “Sesungguhnya
amalan pertama yang seorang muslim dihisab dengannya pada Hari Qiyamat adalah
shalat fardhu. Hr. Ibnu Majah
Shalat itu sebagai pintu bagi dosa dosa. Ketika
seseorang memelihara shalatnya, maka pintu pintu kemaksiyatan tertutup dengan
rapatnya. Adapun jika shalatnya berantakan, bolong bahkan lupu sama sekali,
maka pintu pintu kemaksiyatan akan terbuka sangat lebar.
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji
dan munkar. QS. Al Ankabut: 45
Maka sudah sepantasnya dan semestinya kita senantiasa memelihara shalat kita, karena dengan memelihara shalat, itu sebagai bukti benarnya keimanan kita dan sebagai media yang akan mengantarkan kita kepada derajat ketaqwaa. Adapun orang yang lalai dalm shalatnya, tidak mampu memeliharanya, maka kekuatan imannya masih dipertanyakan danq sudah barang tentu sangat jauh sekali mencapai derajat ketaqwaan. Wallaahu a’lam.
1)
Agama tidak
melarang untuk memanfaatkan waktu untuk menghasilkan uang, namun lebih
menjadikannya sebagai tujuan.